Untuk melakukan Aqiqah, kita sebagai umat islam harus sama sesuai bimbingan Rosulullah dalam kurun waktu dan langkah pelaksanannya.
1. Hukum
Hukum aqiqah anak wanita dan lelaki mengarah pada hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Yang maknanya: ” Tiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih di hari ke tujuh, dicukur (rambutnya), dan dinamakan. (HR. Tirmidzi no. 2735, Abu Dawud no. 2527, Ibnu Majah no. 3165. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam kitab al-Irwa’ no. 1165).
Penerapan aqiqah ialah tuntunan Rasulullah SAW. Dilihat dari segi hukumnya, aqiqah dibagi jadi dua yakni berhukum sunnah dan harus.
Pembagian ini berdasar pada dalil-dalil dan tafsiran yang sudah dilaksanakan oleh beberapa ulama.
Secara sunnah, hukum aqiqah ialah sunnah muakkad, atau sunnah yang perlu diprioritaskan.
Maknanya, jika seorang muslim sanggup melakukannya (karena memiliki harta yang cukup) karena itu dia disarankan untuk lakukan aqiqah untuk anaknya saat anak tersebut bayi.
Sementara untuk orang yang kurang atau mungkin tidak sanggup, penerapan aqiqah bisa dihilangkan.
Secara harus, menurut hadist kisah Ahmad yang mengeluarkan bunyi “Anak-anak itu tergadai (ketahan) dengan aqiqahnya, disembelih hewan buatnya di hari ke-7 , dicukur kepalanya dan dinamakan.” (HR Ahmad), aqiqah harus dilaksanakan.
Dengan berdasarkan pada hadist di atas, beberapa ulama menerjemahkan sesungguhnya seorang anak tidak bisa memberikan syafaat pada orangtuanya jika dia belum diaqiqah.
Meskipun begitu, opini ini kalah dengan opini jika aqiqah ialah sunnah hingga ditampik oleh beberapa ulama.
2. Waktu Terbaik Aqiqah
Dalam tata langkah aqiqah sama sesuai sunnah Rasulullah, waktu terbaik untuk melakukan aqiqah ialah pada hari ke tujuh sesudah kelahiran bayi.
Hal tersebut telah dijelaskan secara jelas pada hadis yang diriwayatkan Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah awalnya.
Lalu, bagaimana memastikan hari ke tujuh untuk melakukan aqiqah? Disebut dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah jika bayi lahir siang hari, karena itu telah terhitung hari awal dari 7 hari.
Dan bila bayi dilahirkan di saat malam, tidak terhitung dalam perhitungan. Hari awal ialah hari selanjutnya.
Misalkan, saat bayi lahir hari Sabtu pagi, karena itu hari itu telah dipandang seperti hari awal dari 7 hari. Hingga orang tuanya akan kerjakan aqiqah di hari Jumat minggu kedepan.
Kebalikannya, bila bayi lahir Sabtu malam, karena itu hari pertama kalinya ialah hari Minggu esok paginya. Hingga orang tuanya bisa melakukan aqiqah di hari Sabtu minggu kedepan.
Tetapi ada beberapa yang memakai tata langkah waktu aqiqah pada 14 atau 21 hari sesudah kelahiran bayi. Menurut Mazhab Syafi’i, aqiqah masih tetap bisa dikerjakan sesudah melalui hari ke tujuh kelahiran bayi.
Bagaimana bila anak wafat saat sebelum aqiqah? Mazhab Syafi’i masih tetap menyarankan aqiqah meskipun anak itu sudah wafat saat sebelum hari ke tujuh.
3. Aqiqah untuk anak lelaki dan wanita.
Berdasar hadist dari Ummu Karaz yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Imam Ahmad, untuk anak wanita disembelihkan seekor kambing dan untuk anak lelaki disembelihkan dua ekor kambing.
Dalam sebuah hadist di terangkan:
“Hadist dari Ummu Karaz al-Ka’biyah, Rasul SAW bersabda, “Untuk anak lelaki disembelihkan dua ekor kambing dan untuk anak wanita (disembelihkan seekor dan tidak memperberat kamu sekaligus apa (sembelihan itu) terhitung hewan jantan atau betina,” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Tetapi pada hadist di atas tidak di persyaratankan apa sembelihan itu jantan atau betina, meskipun beberapa ulama menjelaskan, lebih afdhol dengan sembelihan hewan jantan, tetapi, memperkenankan dengan sembelihan hewan betina, yang keutamaan ialah memenuhi persyaratan sehat dan tidak cacat.
4. Memberikan Nama
disunnahkan memberikan nama anak yang dilahirkan dengan beberapa nama yang bagus, karena dalam nama terdapat doa dan keinginan, hingga perlu anak diberi beberapa nama yang bagus supaya nantinya anak tesebut tumbuh jadi anak yang bagus sama sesuai doa dan keinginan yang terdapat di dalam nama itu.
Nama yang paling dicintai Allah ialah nama yang di nisbatkan padanya. bisa memakai nama beberapa Nabi dan beberapa orang Sholeh, atau beberapa nama yang memiliki makna baik.
Dalam penamaan, Allah benar-benar tidak menyenangi beberapa nama jelek atau beberapa nama yang memiliki arti menjadi satu penghinaan pada Allah SWT.
5. Cukur Rambut
Sesudah lakukan pemangkasan hewan, dalam aqiqah disunnahkan cukur rambut bayi yang baru dilahirkan sampai habis (plontos), selanjutnya rambut itu ditimbang dan disunnahkan bersodaqoh sebesar perak seberat timbangan rambut bayi itu.
Makna dari mencurkur rambut bayi selainnya untuk hilangkan kotoran yang ada dirambut bayi saat dilahirkan, dapat memperkuat syaraf-syaraf kepala si bayi. Dan latih diri untuk bersodaqoh ke fakir dan miskin.
6. Doakan Bayi Saat Aqiqah
Tata langkah aqiqah anak setelah itu doakan bayi yang baru lahir. Berikut bacaan doa yang seharusnya disampaikan untuk bayi yang baru lahir.
“U’iidzuka bi kalimaatillaahit tammaati min kulli syaithooni wa haammah. Wa min kulli ‘ainin laammah.”
Yang maknanya: ” Saya perlindungkan kamu, wahai bayi, dengan kalimat Allah yang Gagah, dari setiap bujukan syaitan, dan setiap penglihatan yang penuh kedengkian.”
7. Persyaratan saat menentukan hewan untuk aqiqah:
Tata langkah aqiqah dalam Islam menyarankan hewan qurban untuk disembelih.
Hewan dengan persyaratan yang sama dengan hewan kurban seperti kambing dan domba yang sehat ialah yang seharusnya diputuskan untuk acara aqiqah.
Usia dari hewan ternak ini juga jangan kurang dari 1/2 tahun
8. Membagikan daging hewan hasil aqiqah:
Dalam tata langkah aqiqah berdasarkan agama Islam, daging aqiqah yang telah disembelih harus dibagi ke beberapa tetangga dan famili.
Tetapi ada ketidaksamaan di antara daging hasil aqiqah dengan daging kurban. Berbentuk pembagiannya, daging aqiqah harus diberi pada kondisi yang telah masak, jangan masih juga dalam keadaan mentah seperti daging kurban.
Hadits Aisyah r.a: “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak lelaki dan seekor kambing untuk anak wanita. Dia diolah tanpa memutus tulangnya. Lantas dikonsumsi (oleh keluarganya), dan disedekahkan di hari ke-7 “. (HR al-Bayhaqi)
Orang yang mempunyai hajat dan keluarganya disunnahkan untuk konsumsi daging aqiqah.
Sementara, sepertiga daging yang lain diberi pada tetangga dan fakir miskin.
Ini sama seperti yang tercantum pada firman Allah SWT: “Mereka memberikan makan orang miskin, anak yatim, dan sandera, dengan hati suka”. – Q.S. Al-Insan (8)
9. Apa boleh Aqiqah sesudah Dewasa.
Imam hasan Al Bashri berbicara: ” Bila belum di aqiqahi atasmu, karena itu aqiqahkanlah atas diri kamu, walau kamu seorang lelaki dewasa” (Kitab Al Muhalla, 2/204 dan Syarh As Sunnah, 11/264).
Dinukilkan dari Imam Ahmad sesungguhnya dia lebih bagus bila belum diaqiqahi seorang di masa kecilnya karena itu dia mengaqiqahkan atas dianya saat dianya telah besar, beliau berbicara: “Bila dilaksanakan oleh seorang karena itu saya tidak membencinya.” Saksikan kitab Tuhfat Al Mawdud Bi Ahkam Al Mawlud, (hal. 69 Asy Syamela).
Ibnu Qudamah rahimahullah berbicara:
وَإِنْ لَمْ يَعُقَّ أَصْلًا ، فَبَلَغَ الْغُلَامُ ، وَكَسَبَ ، فَلَا عَقِيقَةَ عَلَيْهِ. وَسُئِلَ أَحْمَدُ عَنْ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ ، فَقَالَ : ذَلِكَ عَلَى الْوَالِدِ. يَعْنِي لَا يَعُقُّ عَنْ نَفْسِهِ ؛ لِأَنَّ السُّنَّةَ فِي حَقِّ غَيْرِهِ. وَقَالَ عَطَاءٌ ، وَالْحَسَنُ : يَعُقُّ عَنْ نَفْسِهِ ؛ لِأَنَّهَا مَشْرُوعَةٌ عَنْهُ وَلِأَنَّهُ مُرْتَهَنٌ بِهَا ، فَيَنْبَغِي أَنْ يُشْرَعَ لَهُ فِكَاكُ نَفْسِهِ. وَلَنَا ، أَنَّهَا مَشْرُوعَةٌ فِي حَقِّ الْوَالِدِ ، فَلَا يَفْعَلُهَا غَيْرُهُ ، كَالْأَجْنَبِيِّ ، وَكَصَدَقَةِ الْفِطْرِ.
“Apabila belum diaqiqahi benar-benar lalu si anak capai baligh dan berpendapatan, jadi tidak ada kewajiban aqiqah atasnya. Imam Ahmad ditanyakan mengenai persoalan ini, beliau berbicara: “(Aqiqah) itu kewajiban orang-tua, tujuannya ialah dia tidak (bisa) mengaqiqahi atas dianya, karena menurut sunnah (mengharuskan) dalam hak selain.”
Berbicara Atha’, Al Hasan: “Dia (bisa) mengaqiqahi atas dianya, karena aqiqah ini disyariatkan atasnya dank tempat dia tergadaikan dengannya, karena itu seharusnya dia melekaskan pembebasan dianya, dan menurut kami, jika aqiqah ialah disayriatkan pada kewajiban irangtua jadi tidak bisa melakukannya selain, seperti seseorang dan seperti sedekah fitr.” Saksikan Al Mughnni, (22/7 Asy Syamela).
Kunjungi website: Jasa Aqiqah Jakarta